Oleh : DR. H. Abdul Chair Ramadhan, SH, MH, MM.
PERMINTAAN BNPT kepada Kementerian Kominfo agar menutup dan memblokir via DNS sejumlah website Media Islam Online semakin menunjukkan abuse of power pemerintah. Suatu yang patut dipertanyakan, mengapa sedemikian tanggapnya BNPT terhadap perkembangan lingkungan strategis yang terjadi di Timur Tengah dengan gerakan ISIS kemudian membelenggu kebebasan informasi masyarakat luas.
Terlebih lagi yang menjadi sasaran adalah sejumlah Media Islam online. Kondisi yang demikian semakin membuka tabir gerakan musuh-musuh Islam dalam lingkup kekuasaan pemerintahan saat ini. Kesembilan belas Media Islam Online yang menjadi sasaran adalah Media Islam yang sangat concern terhadap perjuangan Islam. Salah satunya yang paling pokok adalah menjaga kemurnian ajaran pokok Islam dari pengaruh aliran-aliran sesat dan yang paling berbahaya adalah Syiah Iran, “The New Rafidah”.
Dengan demikian, menjadi jelas kebijakan yang diambil oleh BNPT – yang selanjutnya ditindaklanjuti oleh Kementerian Kominfo – sangat merugikan Islam. Seharusnya pemerintah – dalam hal ini BNPT – tercerahkan dengan informasi yang disampaikan oleh Media Islam, kemudian melakukan penelitian lanjutan tentang adanya ancaman terhadap keutuhan dan kedaulatan NKRI, seperti ekspansi ideologi Syiah Iran yang semakin massif san ofensif merasuk ke semua sektor fungsi-fungsi pemerintahan.
Tindakan abuse of power atas nama menghentikan paham radikalisme termasuk simpatisannnya – sebagaimana disebutkan oleh Kementerian Kominfo – merupakan tindakan yang ceroboh dan sekaligus menunjukkan tidak berpihaknya BNPT atas “Demokratisasi dan Kebebasan Pers.
Suatu yang antagonistik, politik polarisasi dalam bentuk melemahkan perjuangan Islam di satu sisi, di sisi lain memberikan keluasan bagi gerakan aliran sesat yang bukan hanya membahayakan bagi Islam namun juga NKRI.
Efek yang ditimbulkan dari kebijakan BNPT yang ceroboh ini akan memberikan pengaruh bagi penguatan kaum Sekularis, Pluralis dan Liberalis (SEPILIS), aliran sesat dan komunis yang memang menginginkan Indonesia sebagai Negara yang memisahkan Negara dengan Agama secara permanen (sekularistik).
Ciri utama dari Negara sekularsitik adalah hukumnya positivistik / legalistik, sebagaimana dipraktekkan oleh Hitler, begitupun Republik Rakyat Cina (RRC), Negara-negara Blok Amerika dan Republik Iran saat ini. Negara tersebut memang sangat anti terhadap peran agama Islam dalam politik pemerintahan.
Baca
artikel selengkapnya di RITUAL SYIAH
tafhadol
Adapun Republik Iran bukanlah representasi model pemerintahan Islam, melainkan pemerintahan Syiah. Kekuasaan (politik) dan hukum berada pada satu tangan yakni Rahbar, semua keputusan berada dan diputuskan melalui Rahbar, bukan Presiden maupun parlemen.
Dalam pemikiran positivistik tidak terdapat pengakuan nilai-nilai agama yang ada adalah kemauan penguasa yang bersifat temporer dan untuk kepentingan kekuasaan belaka. Untuk itu, kepastian hukum menjadi utama, bukan keadilan yang mengandung kemaslahatan. Kepastian selalu dikejar atas nama stabilitas Keamaan Nasional, namun di balik itu mendiskritkan perjuangan penegakan syariah Islam. Pada tataran yang lebih luas, dikhawatirkan semangat umat akan mengalami penurunan signifikan, cendekiawan Islam akan dikalahkan dengan kaum sekular yang menghendaki minimalisasi peran Islam dalam Negara.
Saya mensinyalir kebijakan BNPT tersebut akan mengarah kepada pengkerdilan Ormas-Ormas Islam melalui produk peraturan perundang-undangan yang membatasi ruang hidup dalam politik. Revisi atas Undang-Undang tentang Ormas akan digalakkan termasuk pula rencana pembentukan Undang-Undang Perlindungan Umat Beragama (RUU PUB) yang kontroversial, memberikan tempat bagi kaum SEPILIS dan aliran-aliran sesat, termasuk berkembangnya paham komunis.
Tentu ini akan sejalan dengan skenario besar kaum SEPILIS, Komunis Gaya Baru (KGB) dan aliran-aliran sesat untuk lebih leluasa dalam menjangkau pusat-pusat kekuasaan. Mereka akan bersatu-padu dan bahu-membahu, karena kepentingan dan tujuannya adalah sama, yakni memperoleh jaminan dan pengaruh.
Contoh nyata adalah Syiahisasi yang tengah diperjuangkan oleh elite-elite Syiah di Indonesia dalam rangka membangun rasa, paham dan semangat Iran (Iranisasi). Syiah Iran akan mengeksodus umat Islam menjadi Syiah, menggantikan nasionalisme Indonesia menjadi nasionalisme Persia. Sama dengan Syiah dan Komunis akan berupaya menggantikan ideologi Pancasila.
Di pihak lain kaum SEPILIS akan diuntungkan dengan melemahnya peran Ormas Islam, meniadakan saingan dan pengaruh dalam rangka mengembangkan pemikirannya. Harapan mereka, pada saat umat Islam lengah dan melemah, mereka akan mendapat pengaruh dan kuasa.
Inilah saat-saat yang dinantikan Syiah Iran, dalam suatu kondisi melemahnya umat Islam, Syiah Iran hanya memiliki dua saingan yakni kaum SEPILIS dan Komunis. Akan tercipta hubungan “Klientelistik”, tentunya dengan Syiah sebagai pemegang kendali, pada fase ini ideologi Pancasila tidak lagi “sakti”, telah tergantikan dengan ideologi Imamah Syiah Iran.
Kesimpulan yang dapat kita petik adalah, ketika ruang hidup Ormas-Ormas Islam semakin minimalis, mereka justru berkembang secara maksimalis. Kesemuanya itu, dimulai dari pengkerdilan arus informasi dan interaksi umat dalam kancah perpolitikan.
Tantangan umat Islam memang semakin besar, namun pertolongan Allah SWT akan membesarkan perjuangan umat Islam dan akan menghancurkan musuh-musuh Islam kelak pada akhirnya.
“Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.”
“Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.”
Post A Comment:
0 comments: